HUKUM KETENAGAKERJAAN
Oleh Intan Komalasari
Nim 1610112320007
Sebelum
kita mengulas lebih dalam apa itu hukum ketenagakerjaan, alangkah lebih baiknya
kita mengetahui sejarah dari hukum ketengakerjaan itu sendiri. Yaitu sebagai
berikut.
A. Sejarah
Hukum Ketenagakerjaan
Sebelum
kemerdekaan Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja amat sangat memprihatinkan.
Pada masa sebelum kemerdekaan Ketenagakerjaan diwarnai oleh adanya perbudakan,
kerja paksa (kerja rodi), serta poenale sanksi yang hampir terjadi secara
bersamaan.
1. Perbudakan
Perbdakan adalah suatu
jenis hubungan kerja di mana orang yang melakukan pekerjaan atau budak tidak
mempunyai hak apapun. Para budak tersebut hanya mempunyai kewajiban untukmelakukan
segala perintah dan pekerjaan tanpa sekalipun boleh menolak ataupun menentang.
Sedangkan majikan adalah orang yang memiliki hak atas budak tersebut bukan
hanya terhadap perekonomian budak tersebut tetapi juga hidup dan mati budak
tersebut ditentukan oleh majikan.
2. Rodi
(Kerja Paksa)
Rodi
(Kerja Paksa) mula-mula merupakan pekerjaan gotong royong oleh semua penduduk
di suatu desa, tetapi hal tersebut malah dimanfaatkan oleh Pemerintah Hindia
Belanda menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah Hindia Belanda
beserta pembesarnya.
3. Poenale
Sanksi
Poenel
sanksi adalah suatu jenis hubungan kerja, yang kalau tenaga kerjanya
meninggalkan atau menolak untuk melakukan pekerjaan akan dikenai sanksi. Hal
ini sesuai dengan ketentuan Stb. 1872 No. 111 dengan nama Algemene Politie Straflegmen, yang antara lain menentukan : seseorang yang tiada alasan yang dapat
diterima meninggalkan atau menolak melaksanakan pekerjaan dapat dipidana dengan
denda antara 16-26 gulden atau dengan rodi selama 7 samapai 12 hari.
Setelah
kemerdekaan perbudakan, rodi dan poenale sanksi dinyatakan sudah tidak ada
lagi. Berturut-turut mulai tahu n 1947 pemerintah mengeluarkan berbagai
peraturan perundangan di bidang ketenagakerjaan, yaitu :
a. UU
No. 33 Tahun 1947 jo. UU No. 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan,
b. UU
No. 12 Tahun 1948 jo. UU 1 Tahun 1951 tentang Kerja,
c. UU
No. 23 Tahun 1948 jo. UU No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan,
d. UU
No. 23 Tahun 1951 tentang Kewajiban Melaporkan Perusahaan,
e. UU
No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan
Pengusaha,
f. UU
No. 22 Tahun 1957 tentang Perselisihan Perburuhan,
g. UU
No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja pada Perusahaan-perusahaan
Swasta,
h. UU
No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja,
i.
UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja,
j.
UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.
Kemudian dalam
era tahun 2000-an sebagian besar dari undang-undang tersebut dicabut dan
diganti. Undang-undang di era tahun 2000-an tersebut adalah;
a. Undsng-undang
Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh,
b. Undang-undang
Nomor 13 tahun 2003tentang Ketenagakerjaan,
c. Undang-undang
Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Di samping itu
telah diundangkan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun
2004, yaitu:
a. Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian
Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hukuman Industrial dan Hakim Ad-Hoc Pada mhakamah
Agung.
b. Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga
Kerja Sama Tripartit.
B.
Pihak yang Terkait dalam Hukum
Ketenagakerjaan
1. Serikat
Pekerja/serikat buruh
Serikat pekerja/serikat
buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di
perusahaan ataupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas dan terbuka serta
bertanggung jawab guna memperjuangkan serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh dan keluarganya. (Pasal 1 Angka 17 UU No. 23 Tahun 2003, jo.
Pasal 1 Anka 1 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh).
2. Organisasi
Pengusaha
Dalam
Pasal 105 UU No. 13 Tahun 2003, mengenai organisasi pengusaha ini ditentukan:
a.
Setiap pengusaha berhak membentuk dan
menjadi anggota organisasi pengusaha,
b.
Ketentuan mengenai organisasi pengusaha
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perunang-undangan yang berlaku.
Sedangkan mengenai bagaimana keterkaitan
dalam bidang ketenagakerjaan UU No. 13 Tahun 2003 tidak menentukan sama sekali,
tapi paling tidak dengan adanya organisasi pengusaha bisa menentukan
siapa-siapa yang akan ikut serta dalam lembaga-lembaga yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan.
3. Lembaga
Kerja Sama Bripartit dan Tripartit
Lembaga
kerjasama bripartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan hubungan industrial disuatu perusahaan yang anggotanya
terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja yang sudah tercatat instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketegakerjaan atau unsur pekerja.
Lembaga
kerjasama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang
masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsusr organisasi
pengusaha, serikat pekerja, dan pemerintah. Tujuan lembaga kerjasama ini adalah
untuk tercapainya kerjasama diantara mereka guna mencapai masyarakat yang adil
dan makmur pada umumnya, dan khususnya untuk memecahkan persoalan-persoalan
dibidang sosial ekonomis, terutama dibidang ketenagakerjaan.
4. Dewan
Pengupah
Dewan
pengupah adalah suatu lembaga nonstruktural yang bersifat tripartie, yang
keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, oraganisasi pengusaha, dan
serikat pekerja.
5. Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan
Pegawai
pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai yang berkeahlian khusus dalam dinas
ketenagakerjaan untuk melakukan tugas pengawasan secara berkala disetiap
perusahaan.
Ada
3 tugas pokok dari pengawasan ketenagakerjaan:
a.
Melihat dengan jalan memeriksa an
menyelidiki sendiri apakah ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan sudah
dilaksanakan, dan juka tidak mengambil tindakan-tindakan yang wajar unruk
menjamin pelaksanaannya.
b.
Membantu baik pekerja maupun pengusaha
dengan jaln memberi penjelasan-penjelasan tehnik dan nasihat yang mereka
perlukan agar mereka memahami apakah yang dimintakan peraturan dan bagaimanakah
melaksanakannya.
c.
Menyelidiki keadaan ketenagakerjaan dan
mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk menyusun peraturan perundangan
ketenagakerjaan dan penetapan pemerintah.
C.
Perjanjian Kerja dan Hubungan Kerja
Pasal 1 huruf 14 UU No. 13 Tahun 2003,
menentukan “Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para
pihak”.
Jenis-jenis hubungan kerja berkaitan erat
dengan jenis perjanjian kerja yang dibuat oleh pekerja dan pengusaha.
Jenis-jenis perjanjian kerja yang selama ini dikenal adalah:
1.
Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu.
2.
Perjanjian Kerja Tidak Tertentu.
3.
Perjanjian Kerja Dirumah.
Hubungan
kerja yang tertuang dalam perjanjian kerja pada dasarnya meliputi soal-soal
yang berkenan dengan:
1.
Kewajiban pekerja untuk melakukan
pekerjaan pada atau dibawah pemimpinan pengusaha atau yang dikuasakan untuk
itu, yang sekaligus merupakan hak pengusaha atas pekerjaan dari pekerja.
2.
Kewajiban pengusaha untuk membayar upah
kepada pekerja, yang sekaligus ,erupakan hak dari pekerja untuk mendapatkan
upah.
3.
Berakhirnya hubungan kerja, dan
4.
Adanya perselisihan hubungan industrial
antara para pihak yang terkait dalam hubungan kerja, cara-cara penyelesaiannya,
termasuk hak dan kewajiban para pihak dalam penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.
D.
Perlindungan Kerja
Berikut jenis-jenis perlindungan kerja
yaitu;
1.
Perlindungan sosial
Adalah
suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya
untuk memungkinkan pekerjs mengenyam dan memperkembangkan kehidupan sebagaimana
manusia pada umumnya.
2.
Perlindungan teknis
Adalah
jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja
terhindar dari bahaya.
3.
Perlindungan ekonomis
Adalah
suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan
kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi keperluan
sehari-hari baginya dan keluarganya.
E.
Konsep Hukum pada Umumnya dan Hukum
Ketenagakerjaan
Hukum
perburuhan/ketenagakerjaan merupakan spesies dari genus hukum umumnya.
Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini para ahli belum
menemukan batasan yang baku serta memuaskan semua pihak tentang hukum,
disebabkan karena hukum itu sendri mempunyai bentuk serta segi ysng sangat
beragam. Ahli hukum berkebangsaan Belanda, J. Van Kan (1983 : 13)
mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang
bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan orang dalam masyarakat. Pendapat
lainnya jua dikemukakan oleh Wirjono Prajadikoro (1992 : 9) yang menyatakan
bahwa hukum adalah serangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang
sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan hukum adalah menjamin
kebahagiaan dan ketentraman dalam masyarakat. Selain itu, Purnadi Purbacaraka
dan Soerjono Soekanto (1986 : 2-4) menyebutkan 9 arti hukum yaitu :
1.
Ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang
secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran,
2.
Displin, yakni sebagai sistem ajaran
tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi,
3.
Norma, yakni pedoman atau petokan sikap
tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan,
4.
Tata hukum, yakni struktur dan perangkat
norma-norma yang berlaku Pada suatu waktu dan tempat tertentu serta bentuk
tertulis,
5.
Petugas, yakni peribadi-peribadi yang
merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law
inforcement officer),
6.
Keputusan penguasa, yakni hasil-hasil
proses deskripsi,
7.
Proses pemerintahan, yakni proses
hubungan timbal balik antara unsur-unsurpokok dari sistem kenegaraan,
8.
Sikap tindak yang ejeg atau perilaku
yang teratur, yakni perilaku yang berulang-ulang dengan cara yang sama yang
bertujuan untuk mencapai kedamaian dan,
9.
Jalinan nilai, yakni jalinan dari
konsepsi tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Dalam kepustakaan hukum
yang ada selama ini selalu menyebutkan dengan istilah hukum perburuhan. Dalam
bukunya, Imam Supomo (1983 : 2) disebutkan mengenai definisi hukum perburuhan
antara lain menurut Molennar yakni hukum perburuhan (Arbeidstrecth) adalah
bagian dari hukum yang berlaku, yang ada pokoknya mengatur hubungan antara
buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh, dan antara buruh dengan
penguasa. Mr. M.g. Levanbach menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah hukum
yang berkenaan dengan keadaan kehidupan yang langsun bersangkut paut dengan
hubungan kerja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa segala yang
berhubungan dengan Hukum Ketenagakerjaan yaitu Hukum yang mengatur tentang
buruh/pekerja yang dapat mengubah pekerja menjadi lebih baik, serta Hukum yang
dimana berhubungan dengan pekerja dengan majikan, pekerja dengan pekerja serta
pekrja dengan penguasa.
Daftar Pustaka
Asyhadie,
H. Zaeni, Dkk. Pengantar Hukum Indonesia.
Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta:2015, Januari
Husni,
Lalu. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Penerbit
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta:2003, Juli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar